- Home >
- Belajar Hidup Yang Lebih Baik (Islam Treatment)
Posted by : ina kawaii
Senin, 02 Juli 2012
hidup memang tidak ada yang sempurna, sebaik-baiknya kita pasti pernah melakukan kesalahan.. apapun itu karena kita cuma manusia yang tidak lepas dan tidak luput dari "DOSA"
untuk menjalani hidup kearah yang baik memang tidak mudah, tapi kalau kita niat, pasti bisa koq.. selagi hidup jangan berpikir untuk hal duniawi saja, cuma mau mengingatkan , kalau kita itu cuma titipan dan hidup juga sementara..
saya juga mengakui kalau saya bukan anak yang baik, tapi kalau saya mau berubah menjadi yang lebih baik dari sebelumnya tidak ada salahnya juga kan ?? :D banyak hikmah yang saya dapatkan selama berkelakuan baik, maka dari itu saya mau mengajak kamu-kamu untuk mendapatkan pencerahan hidup menjadi lebih baik.. #amin
1. Bersyukur
Definisi Syukur :
memuji,
berterima kasih dan merasa berhutang budi kepada Allah atas
karunia-Nya, bahagia atas karunia tersebut dan mencintai-Nya dengan
melaksanakan ketaatan kepada-Nya.
Kewajiban Bersyukur :
“Hai
orang-orang yang beriman, makanlah diantara rizki yang baik-baik yang
Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar
hanya kepadaNya kamu menyembah.” (QS. Al Baqarah: 172).
“Karena
itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan
bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari-Ku.” (QS. Al
Baqarah: 152)
Mengapa Harus Bersyukur :
“Dan
Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati,
agar kamu bersyukur.” (QS. An Nahl: 78)
Manfaat Bersyukur :
“Dan
(ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS.
Ibrahim: 7)
Cara Bersyukur :
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena
Tuhanmu; dan berkorbanlah.” (QS. Al Kautsar : 1-2)
Ancaman bagi yang Tidak Bersyukur:
“Dan
(ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS.
Ibrahim: 7)
Namun, pada kenyataannya…………………………………………………….
Kebanyakan Manusia Tidak Bersyukur :
“Dan
ketika Kami (Allah) memberikan nikmat kepada manusia, ia memalingkan
muka dan bersikap angkuh, dan ketika ia ditimpa keburukan ia berputus
asa.” (QS. Al Isra’ : 83)
dari kehilangan kita belajar ikhlas, dari kebahagiaan kita belajar bersyukur, dan dari cobaan permasalahan kita belajar sabar....
2. Beribadah
Definisi Ibadah
Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk. Sedangkan menurut syara’ (terminologi), ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu. Definisi itu antara lain adalah:
Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk. Sedangkan menurut syara’ (terminologi), ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu. Definisi itu antara lain adalah:
[1]. Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para Rasul-Nya.
[2]. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu
tingkatan tunduk yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah
(kecintaan) yang paling tinggi.
[3]. Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai
dan diridhai Allah Azza wa Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan,
yang zhahir maupun yang bathin. Yang ketiga ini adalah definisi yang
paling lengkap.
Ibadah terbagi menjadi ibadah hati, lisan, dan anggota badan. Rasa
khauf (takut), raja’ (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal
(ketergantungan), raghbah (senang), dan rahbah (takut) adalah ibadah
qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan tasbih, tahlil, takbir,
tahmid dan syukur dengan lisan dan hati adalah ibadah lisaniyah
qalbiyah (lisan dan hati). Sedangkan shalat, zakat, haji, dan jihad
adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta masih banyak
lagi macam-macam ibadah yang berkaitan dengan amalan hati, lisan dan
badan.
Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia. Allah berfirman:
“Artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghen-daki rizki sedikit pun
dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi makan
kepada-Ku. Sesungguhnya Allah Dia-lah Maha Pemberi rizki Yang mempunyai
kekuatan lagi sangat kokoh.” [Adz-Dzaariyaat : 56-58]
Allah Azza wa Jalla memberitahukan bahwa hikmah penciptaan jin dan
manusia adalah agar mereka melaksanakan ibadah hanya kepada Allah Azza
wa Jalla. Dan Allah Mahakaya, tidak membutuhkan ibadah mereka, akan
tetapi merekalah yang membutuhkan-Nya, karena ketergantungan mereka
kepada Allah, maka barangsiapa yang menolak beribadah kepada Allah, ia
adalah sombong. Siapa yang beribadah kepada-Nya tetapi dengan selain apa
yang disyari’atkan-Nya, maka ia adalah mubtadi’ (pelaku bid’ah). Dan
barangsiapa yang beribadah kepada-Nya hanya dengan apa yang
disyari’atkan-Nya, maka ia adalah
Pilar-Pilar Ubudiyyah Yang Benar
Sesungguhnya ibadah itu berlandaskan pada tiga pilar pokok, yaitu: hubb (cinta), khauf (takut), raja’ (harapan).
Sesungguhnya ibadah itu berlandaskan pada tiga pilar pokok, yaitu: hubb (cinta), khauf (takut), raja’ (harapan).
Rasa cinta harus disertai dengan rasa rendah diri, sedang-kan khauf
harus dibarengi dengan raja’. Dalam setiap ibadah harus terkumpul
unsur-unsur ini. Allah berfirman tentang sifat hamba-hamba-Nya yang
mukmin:
“Artinya : Dia mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya.” [Al-Maa-idah: 54]
“Artinya : Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cinta-nya kepada Allah.” [Al-Baqarah: 165]
“Artinya : Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu
bersegera dalam (mengerjakan) kebaikan dan mereka berdo’a kepada Kami
dengan penuh harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’
kepada Kami.” [Al-Anbiya': 90]
Sebagian Salaf berkata [2], “Siapa yang beribadah kepada Allah dengan
rasa cinta saja, maka ia adalah zindiq [3], siapa yang beribadah
kepada-Nya dengan raja’ saja, maka ia adalah murji’[4]. Dan siapa yang
beribadah kepada-Nya hanya dengan khauf, maka ia adalah haruriy [5].
Barangsiapa yang beribadah kepada-Nya dengan hubb, khauf, dan raja’,
maka ia adalah mukmin muwahhid.”
Syarat Diterimanya Ibadah
Ibadah adalah perkara tauqifiyah yaitu tidak ada suatu bentuk ibadah yang disyari’atkan kecuali berdasarkan Al-Qur-an dan As-Sunnah. Apa yang tidak disyari’atkan berarti bid’ah mardudah (bid’ah yang ditolak) sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ibadah adalah perkara tauqifiyah yaitu tidak ada suatu bentuk ibadah yang disyari’atkan kecuali berdasarkan Al-Qur-an dan As-Sunnah. Apa yang tidak disyari’atkan berarti bid’ah mardudah (bid’ah yang ditolak) sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Barangsiapa yang beramal tanpa adanya tuntunan dari kami, maka amalan tersebut tertolak.” [6]
Agar dapat diterima, ibadah disyaratkan harus benar. Dan ibadah itu tidak bisa dikatakan benar kecuali dengan adanya dua syarat:
[a]. Ikhlas karena Allah semata, bebas dari syirik besar dan kecil.
[b]. Ittiba’, sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
[b]. Ittiba’, sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
Syarat yang pertama merupakan konsekuensi dari syahadat laa ilaaha
illallaah, karena ia mengharuskan ikhlas beribadah hanya kepada Allah
dan jauh dari syirik kepada-Nya. Sedangkan syarat kedua adalah
konsekuensi dari syahadat Muhammad Rasulullah, karena ia menuntut
wajib-nya taat kepada Rasul, mengikuti syari’atnya dan meninggal-kan
bid’ah atau ibadah-ibadah yang diada-adakan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya : (Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri
sepenuhnya kepada Allah, dan ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala
di sisi Rabb-nya dan tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak
bersedih hati.” [Al-Baqarah: 112]
Aslama wajhahu (menyerahkan diri) artinya memurnikan ibadah kepada
Allah. Wahua muhsin (berbuat kebajikan) artinya mengikuti Rasul-Nya
Shallallahu ‘alaihi wa sallam
Syaikhul Islam mengatakan, “Inti agama ada dua pilar yaitu kita tidak
beribadah kecuali hanya kepada Allah, dan kita tidak beribadah kecuali
dengan apa yang Dia syari’at-kan, tidak dengan bid’ah.”
Sebagaimana Allah berfirman.
“Artinya : Maka barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya maka
hendaknya ia mengerjakan amal shalih dan janganlah ia mempersekutukan
sesuatu pun dalam ber-ibadah kepada Rabb-nya.” [Al-Kahfi: 110]
Hal yang demikian itu merupakan manifestasi (perwujudan) dari dua kalimat syahadat Laa ilaaha illallaah, Muhammad Rasulullah.
Pada yang pertama, kita tidak beribadah kecuali kepada-Nya. Pada yang
kedua, bahwasanya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah
utusan-Nya yang menyampaikan ajaran-Nya. Maka kita wajib membenarkan dan
mempercayai beritanya serta mentaati perintahnya. Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam telah menjelaskan bagai-mana cara kita beribadah
kepada Allah, dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kita
dari hal-hal baru atau bid’ah. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengatakan bahwa semua bid’ah itu sesat. [7]
Bila ada orang yang bertanya: “Apa hikmah di balik kedua syarat bagi sahnya ibadah tersebut?”
Jawabnya adalah sebagai berikut:
[1]. Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk mengikhlaskan ibadah kepada-Nya semata. Maka, beribadah kepada selain Allah di samping beribadah kepada-Nya adalah kesyirikan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
[1]. Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk mengikhlaskan ibadah kepada-Nya semata. Maka, beribadah kepada selain Allah di samping beribadah kepada-Nya adalah kesyirikan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya : Maka sembahlah Allah dengan tulus ikhlas beragama kepada-Nya.” [Az-Zumar: 2]
[2]. Sesungguhnya Allah mempunyai hak dan wewenang Tasyri’
(memerintah dan melarang). Hak Tasyri’ adalah hak Allah semata. Maka,
barangsiapa beribadah kepada-Nya bukan dengan cara yang
diperintahkan-Nya, maka ia telah melibatkan dirinya di dalam Tasyri’.
[3]. Sesungguhnya Allah telah menyempurnakan agama bagi kita[8] Maka,
orang yang membuat tata cara ibadah sendiri dari dirinya, berarti ia
telah menambah ajaran agama dan menuduh bahwa agama ini tidak sempurna
(mempunyai kekurangan).
[4]. Dan sekiranya boleh bagi setiap orang untuk beribadah dengan
tata cara dan kehendaknya sendiri, maka setiap orang menjadi memiliki
caranya tersendiri dalam ibadah. Jika demikian halnya, maka yang terjadi
di dalam ke-hidupan manusia adalah kekacauan yang tiada taranya karena
perpecahan dan pertikaian akan meliputi ke-hidupan mereka disebabkan
perbedaan kehendak dan perasaan, padahal agama Islam mengajarkan
kebersamaan dan kesatuan menurut syari’at yang diajarkan Allah dan
Rasul-Nya.
Keutamaan Ibadah
Ibadah di dalam syari’at Islam merupakan tujuan akhir yang dicintai dan diridhai-Nya. Karenanyalah Allah men-ciptakan manusia, mengutus para Rasul dan menurunkan Kitab-Kitab suci-Nya. Orang yang melaksanakannya di-puji dan yang enggan melaksanakannya dicela.
Ibadah di dalam syari’at Islam merupakan tujuan akhir yang dicintai dan diridhai-Nya. Karenanyalah Allah men-ciptakan manusia, mengutus para Rasul dan menurunkan Kitab-Kitab suci-Nya. Orang yang melaksanakannya di-puji dan yang enggan melaksanakannya dicela.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya : Dan Rabb-mu berfirman, ‘Berdo’alah kepada-Ku, nis-caya
akan Aku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak
mau beribadah kepada-Ku akan masuk Neraka Jahannam dalam keadaan hina
dina.’” [Al-Mu'min: 60]
Ibadah di dalam Islam tidak disyari’atkan untuk mem-persempit atau
mempersulit manusia, dan tidak pula untuk menjatuhkan mereka di dalam
kesulitan. Akan tetapi ibadah itu disyari’atkan untuk berbagai hikmah
yang agung, kemashlahatan besar yang tidak dapat dihitung jumlahnya.
Pelaksanaan ibadah dalam Islam semua adalah mudah.
Di antara keutamaan ibadah bahwasanya ibadah mensucikan jiwa dan
membersihkannya, dan mengangkatnya ke derajat tertinggi menuju
kesempurnaan manusiawi.
Termasuk keutamaan ibadah juga bahwasanya manusia sangat membutuhkan
ibadah melebihi segala-galanya, bahkan sangat darurat membutuhkannya.
Karena manusia secara tabi’at adalah lemah, fakir (butuh) kepada Allah.
Sebagaimana halnya jasad membutuhkan makanan dan minuman, demi-kian pula
hati dan ruh memerlukan ibadah dan menghadap kepada Allah. Bahkan
kebutuhan ruh manusia kepada ibadah itu lebih besar daripada kebutuhan
jasadnya kepada makanan dan minuman, karena sesungguhnya esensi dan
subtansi hamba itu adalah hati dan ruhnya, keduanya tidak akan baik
kecuali dengan menghadap (bertawajjuh) kepada Allah dengan beribadah.
Maka jiwa tidak akan pernah merasakan kedamaian dan ketenteraman kecuali
dengan dzikir dan beribadah kepada Allah. Sekalipun seseorang merasakan
kelezatan atau kebahagiaan selain dari Allah, maka kelezatan dan
kebahagiaan tersebut adalah semu, tidak akan lama, bahkan apa yang ia
rasakan itu sama sekali tidak ada kelezatan dan kebahagiaannya.
Adapun bahagia karena Allah dan perasaan takut kepada-Nya, maka
itulah kebahagiaan yang tidak akan terhenti dan tidak hilang, dan itulah
kesempurnaan dan keindahan serta kebahagiaan yang hakiki. Maka,
barangsiapa yang meng-hendaki kebahagiaan abadi hendaklah ia menekuni
ibadah kepada Allah semata. Maka dari itu, hanya orang-orang ahli ibadah
sejatilah yang merupakan manusia paling bahagia dan paling lapang
dadanya.
Tidak ada yang dapat menenteramkan dan mendamaikan serta menjadikan
seseorang merasakan kenikmatan hakiki yang ia lakukan kecuali ibadah
kepada Allah semata. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Tidak ada
kebahagiaan, kelezatan, kenikmatan dan kebaikan hati melainkan bila ia
meyakini Allah sebagai Rabb, Pencipta Yang Maha Esa dan ia beribadah
hanya kepada Allah saja, sebagai puncak tujuannya dan yang paling
dicintainya daripada yang lain.[9]
Termasuk keutamaan ibadah bahwasanya ibadah dapat meringankan
seseorang untuk melakukan berbagai kebajikan dan meninggalkan
kemunkaran. Ibadah dapat menghibur seseorang ketika dilanda musibah dan
me-ringankan beban penderitaan saat susah dan mengalami rasa sakit,
semua itu ia terima dengan lapang dada dan jiwa yang tenang.
Termasuk keutamaannya juga, bahwasanya seorang hamba dengan ibadahnya
kepada Rabb-nya dapat mem-bebaskan dirinya dari belenggu penghambaan
kepada makhluk, ketergantungan, harap dan rasa cemas kepada mereka. Maka
dari itu, ia merasa percaya diri dan berjiwa besar karena ia berharap
dan takut hanya kepada Allah saja.
Keutamaan ibadah yang paling besar bahwasanya ibadah merupakan sebab
utama untuk meraih keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, masuk Surga dan
selamat dari siksa Neraka.
[Disalin dari buku Prinsip Dasar Islam Menutut Al-Qur'an dan
As-Sunnah yang Shahih, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit
Pustaka At-Taqwa Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan ke 2]
3. Berdo'a
Definisi Do'a
Doa adalah memohon atau meminta suatu yang bersifat baik kepada Allah
SWT seperti meminta keselamatan hidup, rizki yang halal dan keteguhan
iman. Sebaiknya kita berdoa kepada Allah SWT setiap saat karena akan
selalu didengar olehNya.
Tujuan Berdo'a
- Memohon hidup selalu dalam bimbingan Allah SWT
- Agar selamat dunia akhirat
- Untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Allah SWT
- Meminta perlindungan Allah SWT dari Setan yang terkutuk
Waktu-waktu yang tepat / mustajab untuk berdoa kepada Allah SWT
- Ketika membaca AlQuran
- Setelah Solat wajib
- Pada saat tengah malam setelah sholat tahajud
- Saat melaksanakan ibadah haji
- Saat berpuasa wajib dan sunah
Adab atau Tata cara berdo'a
- Menghadap ke Kiblat / Ka'bah
- Sebelum berdoa membaca basmalah, istighfar dan hamdalah. Kemudian diikuti salawa nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya.
- Mengangkat kedua telapak tangan sebelum berdoa dan mengusap muka dengan telapak tangan setelah doa.
- Melembutkan suara dan tenang saat berdoa
- khusyuk, ikhlas dan serius
- Berharap agar doanya diterima Allah SWT
- Berdoa berulang-ulang di lain waktu untuk menunjukkan keseriusan kita agar dikabulkan oleh Allah SWT
- Setelah berdoa ditutup dengan salawat nabi dan pujian pada Allah SWT.
4. Bertawakal
DEFINISI TAWAKAL
Tawakal artinya menyerahkan urusan kepada pihak lain atau menggantungkan kepadanya. Hal ini disebabkan karena percaya penuh kepada yang diserahi atau ketidak mampuan menangani sendiri. (An Nihayah Fi Gharibil Hadits, Ibnul Atsir 5/221)
TAWAKAL BUKAN PASRAH
Sebagian orang menyangka bahwa tawakal identik dengan pasrah total. Ini adalah anggapan yang salah, karena tawakal itu menuntut rasa optimis dan aktif.
"Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan
mencukupkan (keperluan)nya.." (Ath Thalaq:3)
dalam ayat ini Allah menjamin akan memberi kecukupan kepada orang-orang yang bertawakal termasuk rizki. Apakah artinya orang tersebut tidak berusaha dan tidak bekerja lantas tiba-tiba memperoleh rizki dari langit ? Tentu tidaklah demikian. Orang yang ingin memenuhi kebutuhannya harus berusaha dan bekerja. Hadits berikut lebih memperjelas:
"Seandainya kalian bertawakal kepada Alah dengan sebenarnya niscayaAllah akan memberi rizki kepada kalian, sebagaimana memberi rizkikepada burung,mereka pergi pagi dengan perut kosong dan pulang soredengan perut kenyang" (Riwayat Tirmidzi, dari umar bin Khathab
dengan sanad shahih)
Implementasi Tawakal Dalam Kehidupan sehari – hari
Agar dapat bersikap tawakal, Imam Al Ghazali memberikan tuntunan sebagai berikut :
a. Berusaha memperoleh sesuatu yang bermanfaat
b. Berusaha menjadikan sesuatu yang dimiliki selalu bermanfaat
c. Berusaha menolak dan menjauhkan diri dari sesuatu yang menimbulkan mudlarat (bahaya / bencana)
d. Berusaha menghilangkan mudlarat yang menimpa dirinya
Untuk membiasakan perilaku tawakal dalam kehidupan sehari-hari, perhatikanlah ciri-ciri berikut ini :
a. Selalu menerima ketentuan Allah SWT dan tidak pernah gelisah dan berkeluh kesah
b. Selalu bersyukur atas karunia Allah SWT dan bersabar jika mendapat musibah
c. Selalu berserah diri kepada Allah SWT dan giat berusaha atau ikhtiar.
d. Selalu berusaha memberikan manfaat bagi orang lain.
5. Beramal
1. perbuatan (baik atau buruk): ia dihormati orang karena -- nya yg baik, bukan karena kedudukan atau kekayaannya;
2. perbuatan baik yang mendatangkan pahala (menurut ajaran agama Islam): berbuat -- kepada fakir miskin; salat adalah -- ibadat manusia kepada Allah;
3. yang dilakukan dengan tujuan untuk berbuat kebaikan terhadap masyarakat atau sesama manusia (memberi derma, mengumpulkan dana untuk membantu korban bencana alam, penyandang cacat, orang jompo, anak yatim piatu, dsb): membuka dompet -- , mengumpulkan sumbangan melalui surat kabar untuk menyumbang korban banjir dsb: penjualan prangko --; penyelenggaraan pertunjukan --; -- ibadah Isl perbuatan yg merupakan pengabdian kpd Allah, spt salat dan zakat;
-- jariah Isl perbuatan baik untuk kepentingan masyarakat (umum) yg dilakukan terus-menerus dan tanpa pamrih; perbuatan sosial;
-- saleh Isl perbuatan yg sungguh-sungguh dl menjalankan ibadah atau menunaikan kewajiban agama seperti perbuatan baik terhadap sesama manusia
Cara menilai besar kecilnya bibit kebaikan yang ditanam, menanam bibit baik atau benih kebajikan adalah melakukan amal kebaikan dengan uang. Ini adalah pengertian yang salah, menganggap melakukan amal kebaikan sama dengan mengeluarkan uang. Harus keluar uang baru bisa beramal. Padahal ruang lingkup beramal sangat luas.
Ada amal yang dengan mengeluarkan uang, misalnya mendirikan rumah sakit, sekolah, panti perawatan orang lanjut usia, panti yatim piatu, memberi uang kepada fakir miskin, memperbaiki dan mendirikan kelenteng, mencetak buku-buku agama, dan lain-lain.
Ada pula amal kebaikan tanpa mengeluarkan uang, misalnya tidak melakukan kejahatan, menyingkirkan batu-batu penghalang di jalan, menyingkirkan kulit pisang di jalan, menyeberangkan orang tua, mengalah tempat duduk bagi wanita hamil dan orang tua pada kendaraan umum, menasehati orang agar terbebas dari kebodohan, menyumbang darah, dan lain-lain.
Jelaslah bahwa beramal tidak harus dengan keluar uang. Yang penting adalah harus dengan sungguh-sungguh melakukannya. Dimanapun terdapat pintu untuk menanamkan kebaikan.
Berbuat kebaikan ada perbedaan besar dan kecilnya, pada prinsipnya terbagi menjadi 2 macam:
6. Sabar dan Ikhlas
Ikhlas adalah mengesakan haq Allah swt dalam segala amalan ketaatan dengan niat, iaitu dia melakukan amalan ketaatannya hanyalah untuk menghampirkan diri kepada Allah swt, tiada apapun selain itu, iaitu mereka yang melakukannya kerana Makhluk, atau kerana ingin mendapat pujian mereka, serta kecintaan kepada pujian makhluk, atau apa jua sebab-sebab yang selain redha Allah. Boleh juga dikatakan, bahawa Ikhlas itu adalah pembersihan (niat) diri (semasa amalan) dari segala segala perhatian manusia. ( Al-Risalah al-Qusyairiah, tahqiq Abd Halim Mahmud, 1/443)
ikhlas adalah tidak menyertakan kepentingan pribadi atau imbalan duniawi dari apa yang dapat ia lakukan. Konsentrasi orang yang ikhlas cuma satu, yaitu bagaimana agar apa yang dilakukannya diterima oleh Allah SWT. Jadi ketika sedang memasukan uang ke dalam kotak infaq, maka fokus pikiran kita tidak ke kiri dan ke kanan, tapi pikiran kita terfokus bagaimana agar uang yang dinafkahkan itu diterima di sisi Allah.
Ikhlas, terletak pada niat hati. Luar biasa sekali pentingnya niat ini, karena niat adalah pengikat amal. Orang-orang yang tidak pernah memperhatikan niat yang ada di dalam hatinya, siap-siaplah untuk membuang waktu, tenaga, dan harta dengan tiada arti. Keikhlasan seseorang benar-benar menjadi amat penting dan akan membuat hidup ini sangat mudah, indah, dan jauh lebih bermakna.
Sabar dalam pendekatan ilmu Fikih, sabar didefinisikan sebagai tabah, yakni dapat menahan diri dari melakukan hal-hal yang bertentangan dengan huum Islam, baik dalam keadaan lapang maupun sulit, mampu mengendalikan nafsu yang dapat menggoncangkan iman. Menurut Ibnu Qayyim sabar berarti menahan diri dari kelih kesah dan rasa benci, menahan lisan dari mengadu, dan menahan anggota badan dari tindakan yang mengganggu dan mengacaukan.
Pada umumnya kita semua bisa lebih sabar, disaat kita di uji Allah dengan hal yang menyenagkan, tapi saat kita di uji Allah dengan ujian yang tidak menyenangkan, seperti ujian kesulitan, ujian kehilangan dan atau musibah maka kebanyakan dari kita, akan merasa begitu sulit menerimanya dan sulit untuk bisa sabar.
Ujian kesulitan, ujian kehilangan, kekurangan musibah, penyakit, kemiskinan, adalah perkara biasa yang dihadapi oleh manusia selama hidup di dunia ini. Perhatikan firman Allah SWT berikut ini “ Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-Baqarah [2] : 155-157).
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? (QS. Al ‘Ankabuut [29] : 2)
Ketahuilah, sabar akan sangat sulit dilakukan, apabila kita tidak mampu menyadari, bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini, pada hakikatnya hanyalah ujian. Harta yang kita miliki, karir yang bagus, rumah dan mobil mewah yang kita miliki, anak dan keluarga, itu semua adalah ujian dari Allah dan titipan Allah. Apakah kita bersyukur atau menjadi kufur?
Kita harus memahami dengan sebaik-baiknya bahwa Allah lah pemilik yang sebenar-benarnya atas segala sesuatu apapun yang kita miliki di dunia ini. Dengan menyadari bahwa semua yang kita miliki sebenarnya adalah milik Allah dan titipan Allah, maka begitu Allah mengambilnya dari kita, insya Allah kita akan lebih mudah merelakannya. Karena kita menyadari, bahwa semua itu adalah milik Allah dan titipan Allah. Dan yang namanya titipan, suatu saat nanti memang pasti akan kembali pada pemiliknya, kapanpun pemiliknya menghendaki apa yang dititipkan kembali atau mau mengambilnya dari kita, maka kita harus dengan rela memberikannya.
Jadi, jangan menjadi stres, terpukul dan merasa kehilangan yang sangat berat, apabila kemarin kita masih punya mobil, sekarang sudah tidak lagi, jangan stres dan bersedih hati apalagi sampai meratapi nasib, apabila bulan kemarin usaha kita masih sukses, sedangkan sekarang kita mengalami kegalalan yang besar.
Karena sesungguhnya dengan adanya musibah, maka seorang hamba akan mendapatkan pengampunan dari Allah SWT. Perhatikan sabda Rasulullah saw berikut ini: “Tak seorang muslim pun yang ditimpa gangguan semisal tusukan duri atau yang lebih berat daripadanya, melainkan dengan ujian itu Allah menghapuskan perbuatan buruknya serta menggugurkan dosa-dosanya sebagaimana pohon kayu yang menggugurkan daun-daunnya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Ketahuilah dan yakinlah, bahwa sesungguhnya dalam setiap cobaan berat yang Allah SWT berikan untuk kita, maka ada hikmah dan pahala yang besar yang menyertainya. Seperti sabda Rasulullah SAW, “Sesungguhnya pahala yang besar itu, bersama dengan cobaan yang besar pula. Dan apabila Allah mencintai suatu kaum maka Allah akan menimpakan musibah kepada mereka. Barangsiapa yang ridha maka Allah akan ridha kepadanya. Dan barangsiapa yang murka, maka murka pula yang akan didapatkannya.” (HR. Tirmidzi, dihasankan al-Albani dalam as-Shahihah [146]).
Rasulullah SAW bersabda : “Tiada henti-hentinya cobaan akan menimpa orang mukmin dan mukminat, baik mengenai dirinya, anaknya, atau hartanya sehingga ia kelak menghadap Allah SWT dalam keadan telah bersih dari dosa (HR. Tirmidzi).
Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seseorang mendapatkan pemberian yang lebih baik dan lebih lapang daripada kesabaran.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Kita harus rela menerima segala ketentuan Allah dan menyadari bahwa apapun yang terjadi, sudah ditetapkan Allah SWT dalam Lauhul Mahfuzh. Kita wajib menerima segala ketentuan Allah dengan penuh keikhlasan. Allah SWT berfirman : “Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS al-Hadid [57] : 22)
Apabila kita ditimpa musibah baik besar maupun kecil, sebaiknya kita mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun (sesungguhnya kami adalah milik Allah dan hanya kepada-Nya-lah kami kembal). ini dinamakan dengan kalimat istirja’ (pernyataan kembali kepada Allah SWT). Kalimat istirja’ akan lebih sempurna lagi jika ditambah, setelahnya dengan doa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW sebagai berikut :“Ya Allah, berilah ganjaran atas musibah yang menimpaku dan gantilah musibah itu yang lebih baik bagiku.” Barangsiapa yang membaca kalimat istirja’ dan berdo’a dengan doa di atas niscaya Allah SWTakan menggantikan musibah yang menimpanya dengan sesuatu yang lebih baik. (Hadits riwayat Al Imam Muslim 3/918 dari shahabiyah Ummu Salamah.)
Rasulullah SAW bersabda, “Apabila ada anak salah seorang hamba itu meninggal maka Allah bertanya kepada malaikat-Nya, ‘Apakah kalian mencabut nyawa anak hamba-Ku?’. Maka mereka menjawab, ‘Ya.’ ‘Apakah kalian telah mencabut nyawa buah hati hamba-Ku?’. Maka mereka menjawab ‘Ya.’ Lalu Allah bertanya, ‘Apa yang diucapkan oleh hamba-Ku?’. Mereka menjawab, ‘Dia memuji-Mu dan beristirja’ -membaca innaa lillaahi dst-..’ Maka Allah berfirman, ‘Bangunkanlah untuk hamba-Ku itu sebuah rumah di surga, dan beri nama rumah itu dengan Bait al-Hamd.’.” (HR. Tirmidzi, dihasankan al-Albani dalam as-Shahihah [1408]).
Perhatikan sabda Rasulullah SAW berikut ini : “Sungguh mengagumkan urusan seorang mukmin. Sesungguhnya semua urusannya adalah baik. Dan hal itu tidak akan diperoleh kecuali oleh seorang mukmin. Apabila dia mendapatkan kesenangan, maka dia bersyukur. Maka hal itu merupakan kebaikan baginya. Dan apabila dia tertimpa kesusahan maka dia bersabar. Maka itu juga merupakan kebaikan baginya.” (HR. Muslim)
Setiap amalan akan diketahui pahalanya kecuali kesabaran, karena pahala kesabaran itu, tanpa batas. Sebagaimana firman Allah SWT “Sesungguhnya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan ganjaran/pahala mereka tanpa batas.” (Az Zumar: 10)
Berikut ini beberapa hal yang perlu diperhatikan, yang bila kita renungkan dan pahami dengan sebaik-baiknya, insya Allah bisa membuat kita semua bisa sabar dan ikhlas dalam menghadapi ujian-Nya yang paling berat sekalipun :
Tujuan Berdo'a
- Memohon hidup selalu dalam bimbingan Allah SWT
- Agar selamat dunia akhirat
- Untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Allah SWT
- Meminta perlindungan Allah SWT dari Setan yang terkutuk
Waktu-waktu yang tepat / mustajab untuk berdoa kepada Allah SWT
- Ketika membaca AlQuran
- Setelah Solat wajib
- Pada saat tengah malam setelah sholat tahajud
- Saat melaksanakan ibadah haji
- Saat berpuasa wajib dan sunah
Adab atau Tata cara berdo'a
- Menghadap ke Kiblat / Ka'bah
- Sebelum berdoa membaca basmalah, istighfar dan hamdalah. Kemudian diikuti salawa nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya.
- Mengangkat kedua telapak tangan sebelum berdoa dan mengusap muka dengan telapak tangan setelah doa.
- Melembutkan suara dan tenang saat berdoa
- khusyuk, ikhlas dan serius
- Berharap agar doanya diterima Allah SWT
- Berdoa berulang-ulang di lain waktu untuk menunjukkan keseriusan kita agar dikabulkan oleh Allah SWT
- Setelah berdoa ditutup dengan salawat nabi dan pujian pada Allah SWT.
4. Bertawakal
DEFINISI TAWAKAL
Tawakal artinya menyerahkan urusan kepada pihak lain atau menggantungkan kepadanya. Hal ini disebabkan karena percaya penuh kepada yang diserahi atau ketidak mampuan menangani sendiri. (An Nihayah Fi Gharibil Hadits, Ibnul Atsir 5/221)
TAWAKAL BUKAN PASRAH
Sebagian orang menyangka bahwa tawakal identik dengan pasrah total. Ini adalah anggapan yang salah, karena tawakal itu menuntut rasa optimis dan aktif.
"Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan
mencukupkan (keperluan)nya.." (Ath Thalaq:3)
dalam ayat ini Allah menjamin akan memberi kecukupan kepada orang-orang yang bertawakal termasuk rizki. Apakah artinya orang tersebut tidak berusaha dan tidak bekerja lantas tiba-tiba memperoleh rizki dari langit ? Tentu tidaklah demikian. Orang yang ingin memenuhi kebutuhannya harus berusaha dan bekerja. Hadits berikut lebih memperjelas:
"Seandainya kalian bertawakal kepada Alah dengan sebenarnya niscayaAllah akan memberi rizki kepada kalian, sebagaimana memberi rizkikepada burung,mereka pergi pagi dengan perut kosong dan pulang soredengan perut kenyang" (Riwayat Tirmidzi, dari umar bin Khathab
dengan sanad shahih)
Implementasi Tawakal Dalam Kehidupan sehari – hari
Agar dapat bersikap tawakal, Imam Al Ghazali memberikan tuntunan sebagai berikut :
a. Berusaha memperoleh sesuatu yang bermanfaat
b. Berusaha menjadikan sesuatu yang dimiliki selalu bermanfaat
c. Berusaha menolak dan menjauhkan diri dari sesuatu yang menimbulkan mudlarat (bahaya / bencana)
d. Berusaha menghilangkan mudlarat yang menimpa dirinya
Untuk membiasakan perilaku tawakal dalam kehidupan sehari-hari, perhatikanlah ciri-ciri berikut ini :
a. Selalu menerima ketentuan Allah SWT dan tidak pernah gelisah dan berkeluh kesah
b. Selalu bersyukur atas karunia Allah SWT dan bersabar jika mendapat musibah
c. Selalu berserah diri kepada Allah SWT dan giat berusaha atau ikhtiar.
d. Selalu berusaha memberikan manfaat bagi orang lain.
5. Beramal
1. perbuatan (baik atau buruk): ia dihormati orang karena -- nya yg baik, bukan karena kedudukan atau kekayaannya;
2. perbuatan baik yang mendatangkan pahala (menurut ajaran agama Islam): berbuat -- kepada fakir miskin; salat adalah -- ibadat manusia kepada Allah;
3. yang dilakukan dengan tujuan untuk berbuat kebaikan terhadap masyarakat atau sesama manusia (memberi derma, mengumpulkan dana untuk membantu korban bencana alam, penyandang cacat, orang jompo, anak yatim piatu, dsb): membuka dompet -- , mengumpulkan sumbangan melalui surat kabar untuk menyumbang korban banjir dsb: penjualan prangko --; penyelenggaraan pertunjukan --; -- ibadah Isl perbuatan yg merupakan pengabdian kpd Allah, spt salat dan zakat;
-- jariah Isl perbuatan baik untuk kepentingan masyarakat (umum) yg dilakukan terus-menerus dan tanpa pamrih; perbuatan sosial;
-- saleh Isl perbuatan yg sungguh-sungguh dl menjalankan ibadah atau menunaikan kewajiban agama seperti perbuatan baik terhadap sesama manusia
Cara menilai besar kecilnya bibit kebaikan yang ditanam, menanam bibit baik atau benih kebajikan adalah melakukan amal kebaikan dengan uang. Ini adalah pengertian yang salah, menganggap melakukan amal kebaikan sama dengan mengeluarkan uang. Harus keluar uang baru bisa beramal. Padahal ruang lingkup beramal sangat luas.
Ada amal yang dengan mengeluarkan uang, misalnya mendirikan rumah sakit, sekolah, panti perawatan orang lanjut usia, panti yatim piatu, memberi uang kepada fakir miskin, memperbaiki dan mendirikan kelenteng, mencetak buku-buku agama, dan lain-lain.
Ada pula amal kebaikan tanpa mengeluarkan uang, misalnya tidak melakukan kejahatan, menyingkirkan batu-batu penghalang di jalan, menyingkirkan kulit pisang di jalan, menyeberangkan orang tua, mengalah tempat duduk bagi wanita hamil dan orang tua pada kendaraan umum, menasehati orang agar terbebas dari kebodohan, menyumbang darah, dan lain-lain.
Jelaslah bahwa beramal tidak harus dengan keluar uang. Yang penting adalah harus dengan sungguh-sungguh melakukannya. Dimanapun terdapat pintu untuk menanamkan kebaikan.
Berbuat kebaikan ada perbedaan besar dan kecilnya, pada prinsipnya terbagi menjadi 2 macam:
- Diukur dari tingkat kesungguhan hati.
Misalnya si kaya menyumbang Rp. 100.000,- dan si miskin menyumbang Rp. 100.000,- juga. Rp. 100.000,- yang disumbangkan si kaya bagaikan sehelai bulu yang dicabut dari 9 ekor lembu, sedangkan bagi si miskin, mungkin itu dapat dipakai untuk makan selama 1 minggu. Oleh karena itu tingkat kesungguhan hatinya berbeda biarpun sama-sama menyumbang Rp. 100.000,-. Sangat lebih besarlah amal yang diberikan si miskin. Misalnya Ali dan Budi dengan lingkungan hidup yang sama memberikan sumbangan dalam jumlah yang sama. Namun Ali selalu mengingat sumbangan yang pernah dia berikan dan selalu berharap mendapatkan imbalan dan selalu menonjolkan bahwa dia sudah beramal. Sedangkan Budi setelah menyumbang tidak pernah menonjolkan diri, tidak memiliki pikiran untuk mendapatkan imbalan dan dia tetap rendah hati dan selalu bekerja dengan ulet. Dengan demikian tingkat kesungguhan hati antara Ali dan Budi sungguh jauh berbeda. Tentu saja karma yang diterima Budi akan lebih besar daripada Ali. - Diukur dari tingkat menerima manfaat.
Misalnya kebajikan yang dilakukan Cintia membuat hanya seorang yang mendapatkan manfaat, sedangkan yang dilakukan Desi membuat banyak orang mendapatkan manfaatnya. Tentu saja Desi lebih unggul dari Cintia. Contoh lain, misalnya Edi adalah seorang yang cara hidupnya tidak benar dan gemar berjudi serta hutangnya bertumpuk-tumpuk. Lalu Feri dengan uangnya melunasi hutang Edi sehingga Edi tertolong dan bebas dari lilitan hutang. Sebaliknya Gunawan dengan tutur katanya memberikan pengarahan dan nasehat sehingga Edi sadar dan bisa berjalan pada arah yang benar. Feri dan Gunawan sama-sama memberikan manfaat bagi seseorang, tetapi Feri hanya memberikan manfaat sementara sedangkan Gunawan telah merubah Edi untuk hidup di jalan yang benar. Sehingga pahala Gunawan tentu lebih besar daripada Feri. Jadi belum tentu dengan uang baru dapat melakukan amal kebajikan.
6. Sabar dan Ikhlas
Ikhlas adalah mengesakan haq Allah swt dalam segala amalan ketaatan dengan niat, iaitu dia melakukan amalan ketaatannya hanyalah untuk menghampirkan diri kepada Allah swt, tiada apapun selain itu, iaitu mereka yang melakukannya kerana Makhluk, atau kerana ingin mendapat pujian mereka, serta kecintaan kepada pujian makhluk, atau apa jua sebab-sebab yang selain redha Allah. Boleh juga dikatakan, bahawa Ikhlas itu adalah pembersihan (niat) diri (semasa amalan) dari segala segala perhatian manusia. ( Al-Risalah al-Qusyairiah, tahqiq Abd Halim Mahmud, 1/443)
ikhlas adalah tidak menyertakan kepentingan pribadi atau imbalan duniawi dari apa yang dapat ia lakukan. Konsentrasi orang yang ikhlas cuma satu, yaitu bagaimana agar apa yang dilakukannya diterima oleh Allah SWT. Jadi ketika sedang memasukan uang ke dalam kotak infaq, maka fokus pikiran kita tidak ke kiri dan ke kanan, tapi pikiran kita terfokus bagaimana agar uang yang dinafkahkan itu diterima di sisi Allah.
Ikhlas, terletak pada niat hati. Luar biasa sekali pentingnya niat ini, karena niat adalah pengikat amal. Orang-orang yang tidak pernah memperhatikan niat yang ada di dalam hatinya, siap-siaplah untuk membuang waktu, tenaga, dan harta dengan tiada arti. Keikhlasan seseorang benar-benar menjadi amat penting dan akan membuat hidup ini sangat mudah, indah, dan jauh lebih bermakna.
Sabar dalam pendekatan ilmu Fikih, sabar didefinisikan sebagai tabah, yakni dapat menahan diri dari melakukan hal-hal yang bertentangan dengan huum Islam, baik dalam keadaan lapang maupun sulit, mampu mengendalikan nafsu yang dapat menggoncangkan iman. Menurut Ibnu Qayyim sabar berarti menahan diri dari kelih kesah dan rasa benci, menahan lisan dari mengadu, dan menahan anggota badan dari tindakan yang mengganggu dan mengacaukan.
Pada umumnya kita semua bisa lebih sabar, disaat kita di uji Allah dengan hal yang menyenagkan, tapi saat kita di uji Allah dengan ujian yang tidak menyenangkan, seperti ujian kesulitan, ujian kehilangan dan atau musibah maka kebanyakan dari kita, akan merasa begitu sulit menerimanya dan sulit untuk bisa sabar.
Ujian kesulitan, ujian kehilangan, kekurangan musibah, penyakit, kemiskinan, adalah perkara biasa yang dihadapi oleh manusia selama hidup di dunia ini. Perhatikan firman Allah SWT berikut ini “ Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-Baqarah [2] : 155-157).
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? (QS. Al ‘Ankabuut [29] : 2)
Ketahuilah, sabar akan sangat sulit dilakukan, apabila kita tidak mampu menyadari, bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini, pada hakikatnya hanyalah ujian. Harta yang kita miliki, karir yang bagus, rumah dan mobil mewah yang kita miliki, anak dan keluarga, itu semua adalah ujian dari Allah dan titipan Allah. Apakah kita bersyukur atau menjadi kufur?
Kita harus memahami dengan sebaik-baiknya bahwa Allah lah pemilik yang sebenar-benarnya atas segala sesuatu apapun yang kita miliki di dunia ini. Dengan menyadari bahwa semua yang kita miliki sebenarnya adalah milik Allah dan titipan Allah, maka begitu Allah mengambilnya dari kita, insya Allah kita akan lebih mudah merelakannya. Karena kita menyadari, bahwa semua itu adalah milik Allah dan titipan Allah. Dan yang namanya titipan, suatu saat nanti memang pasti akan kembali pada pemiliknya, kapanpun pemiliknya menghendaki apa yang dititipkan kembali atau mau mengambilnya dari kita, maka kita harus dengan rela memberikannya.
Jadi, jangan menjadi stres, terpukul dan merasa kehilangan yang sangat berat, apabila kemarin kita masih punya mobil, sekarang sudah tidak lagi, jangan stres dan bersedih hati apalagi sampai meratapi nasib, apabila bulan kemarin usaha kita masih sukses, sedangkan sekarang kita mengalami kegalalan yang besar.
Karena sesungguhnya dengan adanya musibah, maka seorang hamba akan mendapatkan pengampunan dari Allah SWT. Perhatikan sabda Rasulullah saw berikut ini: “Tak seorang muslim pun yang ditimpa gangguan semisal tusukan duri atau yang lebih berat daripadanya, melainkan dengan ujian itu Allah menghapuskan perbuatan buruknya serta menggugurkan dosa-dosanya sebagaimana pohon kayu yang menggugurkan daun-daunnya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Ketahuilah dan yakinlah, bahwa sesungguhnya dalam setiap cobaan berat yang Allah SWT berikan untuk kita, maka ada hikmah dan pahala yang besar yang menyertainya. Seperti sabda Rasulullah SAW, “Sesungguhnya pahala yang besar itu, bersama dengan cobaan yang besar pula. Dan apabila Allah mencintai suatu kaum maka Allah akan menimpakan musibah kepada mereka. Barangsiapa yang ridha maka Allah akan ridha kepadanya. Dan barangsiapa yang murka, maka murka pula yang akan didapatkannya.” (HR. Tirmidzi, dihasankan al-Albani dalam as-Shahihah [146]).
Rasulullah SAW bersabda : “Tiada henti-hentinya cobaan akan menimpa orang mukmin dan mukminat, baik mengenai dirinya, anaknya, atau hartanya sehingga ia kelak menghadap Allah SWT dalam keadan telah bersih dari dosa (HR. Tirmidzi).
Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seseorang mendapatkan pemberian yang lebih baik dan lebih lapang daripada kesabaran.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Kita harus rela menerima segala ketentuan Allah dan menyadari bahwa apapun yang terjadi, sudah ditetapkan Allah SWT dalam Lauhul Mahfuzh. Kita wajib menerima segala ketentuan Allah dengan penuh keikhlasan. Allah SWT berfirman : “Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS al-Hadid [57] : 22)
Apabila kita ditimpa musibah baik besar maupun kecil, sebaiknya kita mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun (sesungguhnya kami adalah milik Allah dan hanya kepada-Nya-lah kami kembal). ini dinamakan dengan kalimat istirja’ (pernyataan kembali kepada Allah SWT). Kalimat istirja’ akan lebih sempurna lagi jika ditambah, setelahnya dengan doa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW sebagai berikut :“Ya Allah, berilah ganjaran atas musibah yang menimpaku dan gantilah musibah itu yang lebih baik bagiku.” Barangsiapa yang membaca kalimat istirja’ dan berdo’a dengan doa di atas niscaya Allah SWTakan menggantikan musibah yang menimpanya dengan sesuatu yang lebih baik. (Hadits riwayat Al Imam Muslim 3/918 dari shahabiyah Ummu Salamah.)
Rasulullah SAW bersabda, “Apabila ada anak salah seorang hamba itu meninggal maka Allah bertanya kepada malaikat-Nya, ‘Apakah kalian mencabut nyawa anak hamba-Ku?’. Maka mereka menjawab, ‘Ya.’ ‘Apakah kalian telah mencabut nyawa buah hati hamba-Ku?’. Maka mereka menjawab ‘Ya.’ Lalu Allah bertanya, ‘Apa yang diucapkan oleh hamba-Ku?’. Mereka menjawab, ‘Dia memuji-Mu dan beristirja’ -membaca innaa lillaahi dst-..’ Maka Allah berfirman, ‘Bangunkanlah untuk hamba-Ku itu sebuah rumah di surga, dan beri nama rumah itu dengan Bait al-Hamd.’.” (HR. Tirmidzi, dihasankan al-Albani dalam as-Shahihah [1408]).
Perhatikan sabda Rasulullah SAW berikut ini : “Sungguh mengagumkan urusan seorang mukmin. Sesungguhnya semua urusannya adalah baik. Dan hal itu tidak akan diperoleh kecuali oleh seorang mukmin. Apabila dia mendapatkan kesenangan, maka dia bersyukur. Maka hal itu merupakan kebaikan baginya. Dan apabila dia tertimpa kesusahan maka dia bersabar. Maka itu juga merupakan kebaikan baginya.” (HR. Muslim)
Setiap amalan akan diketahui pahalanya kecuali kesabaran, karena pahala kesabaran itu, tanpa batas. Sebagaimana firman Allah SWT “Sesungguhnya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan ganjaran/pahala mereka tanpa batas.” (Az Zumar: 10)
Berikut ini beberapa hal yang perlu diperhatikan, yang bila kita renungkan dan pahami dengan sebaik-baiknya, insya Allah bisa membuat kita semua bisa sabar dan ikhlas dalam menghadapi ujian-Nya yang paling berat sekalipun :
- Kita harus percaya pada jaminan Allah bahwa : ”Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya” (QS Al Baqarah [2] : 286). Allah SWT yang memiliki diri kita, sangat tahu kemampuan kita, jadi tidak akan mungkin Allah memberikan ujian yang melebihi batas kemampuan kita.
- Sebenarnya, kita semua pasti mampu untuk bisa sabar dalam segala ujian dan segala keadaan, asalkan kita kuat iman.
- Coba kita tanyakan pada diri kita, saat kita ditimpa suatu ujian kesulitan, kesedihan dan atau kehilangan, apa manfaat yang bisa kita ambil kalau kita tidak sabar dan tidak mengikhlaskannya? Apakah dengan ”tidak sabar” dan ”tidak ikhlas” nya kita, maka bisa menghadirkan kenyamanan untuk kita? Atau bisa membuat ujian tersebut tidak jadi datang atau tidak jadi menimpa kita? Sekarang mari kita pikirkan kembali, kita sabar atau tidak sabar, ikhlas atau tidak ikhlas, ujian kesulitan / kesedihan atau musibah tetap terjadi dan menimpa kita kan? Jadi lebih baik kita terima dengan penuh kesabaran dan keikhlasan. Bila kita bisa sabar dan ikhlas menerimanya, maka insya Allah, tidak akan terasa berat lagi ujian tersebut, percayalah. Dan ingat, dalam sabar, terkandung ridha Allah SWT. Dan ridha Allah SWT terhadap kita, adalah segalanya.
- Kita harus selalu baik sangka kepada Allah SWT dan jangan pernah sekalipun meragukan dan mempertanyakan keputusan, ketetapan, pengaturan dan ketentuan Allah. Kita harus bisa sabar dan ridha terhadap apapun keputusan, ketetapan dan pengaturan-Nya. Kalau kita masih merasa tidak puas dengan semua keputusan, ketetapan, pengaturan dan ketentuan Allah itu, maka cari saja Tuhan selain Allah. Perhatikan firman-Nya dalam hadits Qudsi : ”Akulah Allah, tiada Tuhan melainkan Aku. Siapa saja yang tidak sabar menerima cobaan dari-Ku, tidak bersyukur atas nikmat-Ku dan tidak ridha dengan ketentuan-Ku, maka bertuhanlah kepada Tuhan selain Aku.” (hadist ini diriwatkan oleh al-Thabrani dalam Al-Mu’jam al-Kabir melalui jalur Abu Hind al-Dari)
syukron ukhti
BalasHapussyukron ukhti
BalasHapus